Saturday, April 5, 2014

Sejarah Manajemen Retail

Trend konsumen masa depan adalah Pay Less, Expect More, Get More. Konsumen masa depan adalah konsumen yang memiliki ekpektasi yang lebih tinggi, meminta lebih banyak, menginginkan kualitas yang lebih tinggi dan konsisten, lebih banyak pilihan, toko yang lebih nyaman dan pelayanan yang lebih bernilai, namun dengan membayar lebih murah, waktu lebih cepat, dengan usaha dan resiko lebih rendah. Dapat diperkirakan, kompetisi selanjutnya, tidak hanya pada harga, namun menyangkut variable lain yang berkaitan dengan value atas pengalaman berbelanja pelanggan.

Beberapa trend yang sudah dan akan terjadi di Indonesia dan memberikan dampak bagi industri retail diantaranya :


Gelombang masuknya retailer asing :
- Evolusi ke Format Retail Baru
- Meningkatnya keluarga dengan double income (suami-istri bekerja).
- Pertumbuhan kota-kota satelit disekeliling kota besar.
- Mobilitas yang semakin tinggi dan waktu luang yang semakin sedikit.
- Pembantu rumah tangga menjadi semakin mahal.
- Perkembangan pemakaian PC rumah tangga dan internet yang semakin tinggi.
- Perkembangan teknologi dan pemakaian Handphone-PDA.

Evolusi perkembangan format retail di Indonesia dapat di bagi atas beberapa tahapan:

1. Sebelum 1960-an : Era perkembangan retail tradisional berupa retailer atau pedagang pedagang independen.

2. Tahun 1960-an : Era perkenalan retail modern dengan format Department Store (Mass Merchandiser), ditandai dengan dibukanya gerai retail pertama SARINAH di Jl. MH Thamrin.

3. Tahun 1970-1980-an: Era perkembangan retail modern dengan format Supermarket dan Department Store, ditandai dengan berkembangnya retailer modern (Mass Merchandiser dan Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly, Pasar Raya dan Ramayana. Pada masa ini juga berkembang format Drug Store, yang lebih dikenal dengan nama apotik.

4. Tahun 1990-an : Era perkembangan Convenience Store (C-Store), High Class Departmet Store, Branded Boutique (High Fashion) dan Cash and Carry. Perkembangan C-store ditandai dengan maraknya pertumbuhan Indomaret dan AMPM. Perkembangan High Class department Store dan High Fashion Outlet, ditandai dengan masuknya SOGO, Metro, Seibu,Yaohan, Mark & Spencer dan berbagai outlet high fashion lainnya. Pekembangan format Cash and Carry ditandai dengan berdirinya Makro, diikuti oleh retailer lokal dengan format serupa misalnya GORO, Indogrosir dan Alfa.

5. Tahun 2000 - 2010 : Era perkembangan Hypermarket, Factory Outlet, Category Killer dan perkenalan dengan e-retailing. Era Hypermarket ditandai dengan berdirinya Continent Hypermarket dan Paserba Carrefour di tahun 1998. Pada tahun 2002 akan dibuka Hypermarket GIANT, dan beberapa gerai hypermarket lainnya. Adanya kebutuhan akan barang bagus/bermerek dengan harga miring akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan mendorong perkembangan Category Killer dan Factory Oulet. Di beberapa tahun ke depan, akan bermunculan category killer di berbagai kategori produk seperti Family Apparel, Consumer Electronic, Auto Aftermarket, Home/Bed/Bath, Home Improvement, Pet Supply, Craft/Hobby, Computer, Sporting Goods, melengkapi category killer yang telah berkembang saat ini seperti Department Store, Book Stores, Electronic, Office Supply dan Toy Stores. Berbagai factory outlet kini mulai menjamur di kota Bandung dan Jakarta, misalnya Millenia dan Metro Factory Outlet. Multipolar Group dengan LIPPOSHOP-nya berjasa dalam memperkenalkan e-retailing di Indonesia, contoh retailer yang berbasis internet misalnya sanur, click and drag dan gramedia on-line.

6. Tahun 2010-2020 : Era perkembangan Hard Discounter Store dan Catalog Services. Persaingan harga yang semakin sengit akan mengarahkan retailer mencari alternatif format retail yang lebih effisien. Sehingga pada masa ini akan menjamur format Hard Discounter menggantikan format Hypermarket. Format hardiscounter menawarkan produk sejenis dengan harga 15-30% lebih murah dibandingkan format retail lainnya. Pada masa ini private label akan semakin populer. Selain itu untuk barang-barang tahan lama misalnya pakaian, appliances dan elektonik, akan berkembang melalui format Catalog Services. Format ini memungkinkan retailer untuk menjual dengan harga lebih murah karena tidak mengeluarkan biaya investasi dan operasional toko secara fisik. Semakin memasyarakatnya kepemilikan PC dan akses internet akan mendorong pertumbuhan format catalog melalui e-retailing.

7. Setelah tahun 2020 : Era perkembangan e-retailing dan Toko Spesialisasi. Tingkat kepemilikan PC dan akses internet akan semakin merata di Indonesia, sehingga mendorong ke arah perkembangan e-retailing yang sesungguhnya. Pemesanan dan pembayaran produk dilakukan melalui internet, bahkan pada masa tersebut kita dapat menggunakan handphone-PDA atau handheld terminal yang disediakan retailer untuk melakukan pembelian produk saat berkunjung ke supermarket. Cukup scan barang yang akan kita beli dengan Handphone-PDA atau handheld, selanjutnya kita boleh langsung membayar dengan credit card secara on-line lewat peralatan tersebut atau dengan cash di cashier. Kecenderungan berikutnya yang mungkin terjadi adalah toko spesialisasi akan menjamur, sehingga untuk membeli rokok misalnya, orang lebih senang pergi ke toko khusus yang menjual berbagai jenis rokok (Ciggarette Outlet), dengan harga yang tentu saja lebih bersaing.


PERATURAN-PERATURAN RETAIL DAN HUBUNGANNYA DENGAN UU NO. 5 TAHUN 1999

Dalam kajian ini yang menjadi pokok kajian adalah untuk mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku di bidang usaha retail apakah bertentangan atau tidak dengan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan yang berlaku untuk wilayah Jabotabek dalam bidang retail adalah pada tiga produk hukum yaitu (1) Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 145/MPP/Kep/5/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pusat Pertokoan; (2) Perda DKI No.2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta Di Propinsi DKI Jakarta, dan (3) Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 44 tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perpasaran Swasta Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Keputusan bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Dan Menteri Dalam Negeri tsb di atas pada intinya memberikan syarat-syarat bagi pasar modern untuk tidak merugikan pengusaha kecil yang melakukan usaha retail tradisional.

Pasal 10 Perda DKI No. 2 tahun 2002 mengatur luas dan jarak tempat penyelenggaraan Usaha sbb: (a) usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100 m2 s.d 200 m2 harus berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan Lingkungan/Kolektor/Arteri; (b) usaha perpasaran swasta di atas 200 m2 s.d 1000 m2 harus berjarak radius 1,0 km dari pasar lingkungan dan terletak disis jalan Kolektor/Arteri, 1000 m2 s.d 2000 m2 berjarak radius 1,5 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan Kolektor/Arteri, dan (c) usaha perpasaran yang luas lantainya di atas 2000 m2 s.d 4000 m2 harus berjarak radius 2 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan Kolektor/Arteri.

Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 44 tahun 2003 pada pokoknya mengatur perlindungan bagi warung dan toko atau usaha kecil dari usaha perpasaran swasta skala besar.

Dari ketiga ketentuan yang mengatur kegiatan usaha retail tersebut di atas, maka yang significant mengendalikan persaingan antara usaha retail tradisional dengan usaha retail modern di Jabotabek adalah Perda adalah No 2 tahun 2002.

Dengan berlakunya Perda No 2 tahun 2002 membawa konsekuensi sbb. Pertama, dalam area 2 km hanya ada satu pasar, yaitu pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Jaya yang di dalamnya terdapat beberapa pelaku usaha retail tradisional. Dengan demikian Perda ini menciptakan hambatan untuk masuk ke ‘pasar’ bagi usaha retail modern skala besar. Substansi dari Perda DKI tersebut jika dilihat dari aspek praktis maka dapat menciptakan pasar tradisional tsb potensial melakukan ‘penguasaan pemasaran barang’ yang dapat melahirkan praktek monopoli, karena pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Jaya menjadi pelaku usaha tunggal yang menguasai lebih dari 75%. Kedua, dalam usaha Mini Market, Pasar Swalayan harga jual barang-barang sejenis yang dijual tidak boleh jauh lebih rendah dengan yang ada di warung dan toko sekitarnya. Ketiga, ketentuan ini jika dihubungkan dengan tujuan pembentukan UU No.5 tahun 1999 bertentangan Pasal 3 huruf b bahwa tujuan UU No 5 thn 1999 adalah untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menegah dan pelaku usaha kecil.

Manajemen Retail Modern

Eceran atau disebut pula ritel adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bisnis ini disebut pula sebagai pengecer. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian barang ataupun produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik secara langsung ataupun melalui grosir, untuk kemudian dijual kembali dalam jumlah kecil.

Jenis penjual eceran

  • Produk makanan.
  • Peranti keras - perabot rumah tangga, elektronik konsumen, mebel (furnitur), dan alat olahraga.
  • Peranti biasa atau peranti konsumsi - pakaian dan barang tenunan lainnya.

Konsumen sudah nyaman dimanjakan dengan sistem ritel modern yang nyaman, cepat, dan akurat.Oleh sebab itu untuk meningkatkan performa toko/minimarket non jaringan diperlukan suatu strategi yang tepat sehingga mempunyai daya saing dimata konsumennya.  Ada beberapa aspek toko yang penting untuk diperhatikan oleh para pengusaha minimarket non jaringan antara lain:

1) Aspek Sumber daya Manusia (SDM)
Aspek ini merupakan salah satu yang terpenting karena SDM ritel inilah yang akan menjadikan bisnis ritel ini sukses atau tidak.  Maka dibutuhkan strategi SDM, dari mulai perekrutan, pelatihan dan evaluasi secara periodik setelah masuk ke dalam toko.  Pada aspek ini pula masing-masing jabatan di dalam suatu toko akan diterangkan dalam suatu uraian tugas,membuat setiap orang di dalam toko akan bekerja efektif dan efisien.

2) Aspek Barang Dagangan
Aspek ini terdiri dari dari strategi memilih barang dagangan yang tepat, strategi menetapkan harga sehingga mempunyai citra "kompetitive" dan strategi menempatkan barang (Planogram) yang dapat memaksimalkan keuntungan toko.


3) Aspek Teknologi Informasi Ritel
Dibutuhkan suatu kecepatan  dan ketepatan pengambilan keputusan dalam pengelolaan bisnis ritel modern.  Setiap saat kita dihadapkan pada kebutuhan data seperti: berapa banyak barang yang harus diorder, berapa keuntungan kotor toko, berapa banyak barang yang tidak laku, berapa banyak barang yang hilang, dst.  Semakin kita mudah dalam mendapatkan data tersebut maka para pengambil keputusan akan mudah membuat suatu keputusan dengan akurasi yang tinggi.  Oleh sebab itu dibutuhkan suatu aspek teknologi informasi ritel yang handal.  Pada aspek ini akan kami jelaskan apa saja fitur minimal yang dibutuhkan untuk pengelolaan suatu toko.

4) Aspek Promosi
Agar dapat bersaing dalam bisnis ini maka dibutuhkan suatu strategi promosi "agresif" yang dapat membuat orang semakin banyak yang masuk ke dalam toko (leads), orang semakin banyak membelli barangnya (basket size), orang semakin sering berbelanja ke toko kita (frekuensi), dan semakin besar prosentasi orang yang berbelanja dibandingkan dengan jumlah orang yang masuk ke toko (convertion rate).  Pada aspek ini juga kita akan mempelajari bagaimana membuat perencanaan promosi dan evaluasi promosi.

5) Aspek eksterior dan interior
Aspek ini fokus pada bagaimana toko kita akan lebih "eye cathing" sehingga orang akan penasaran untuk masuk ke dalam toko kita.   Selain itu dibutuhkan strategi penempatan rak (gondola) di dalam toko termasuk menentukan kelompok barang mana yang akan dipajang di posisi-posisi "strategis"

6) Standard Operasional Prosedur (SOP)
Untuk menjamin kegiatan operasional toko lebih teratur maka dibutuhkan suatu standar operasional prosedur dari setiap kegiatan operasional toko.  SOP ini mengatur antara lain: prosedur buka tutup toko, prosedur ijin, prosedur kas kecil, prosedur uang kecil, dst.

Manajemen Retail

Metode Operasi Ritel dan Kesempatan Pasar

METODE OPERASI RITEL

  •       RITEL DALAM BENTUK TOKO

Fungsi Retail Ritel merupakan tahap akhir proses distribusi dengan dilakukannya penjualan langsung pada konsumen akhir. Dimana bisnis retail berfungsi sebagai perantara antara distributor dengan konsumen akhir, Retailer berperan sebagai penghimpun barang, toko retail sebagai sebaga tempat rujukan. Retail berperan sebagai penentu eksistensi barang dari manufaktur di pasar konsumsi.

  • KARAKTERISTIK DAN TIPOLOGI

Karakteristik
a. Small Enough Quantity (Partai kecil,dalam jumlah secukupnya untk dikonsumsi sendiri dalam periode tertentu)
b. Impulse buying (kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyak pilihan untuk konsumen)
c. Store Condition ( Kondisi lingkungan dan interior dalam toko)

Tipe Bisnis Retail Klasifikasi retail berdasarkan :
a. Single-Store Retailer (tipe yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko umumnya dibawah 100 m²)
b. Rantai Toko Retail (toko retail dengan banyak cabang dan dimiliki oleh institusi perseroan)
c. Toko Waralaba (toko yang dibangun berdasarkan kontrak kerja sama waralaba antara terwaralaba dengan pewaralaba)

  •  RITEL DALAM BENTUK BUKAN TOKO

Untuk menemukan pola-pola bisnis ritel secara e-commerce ( Amir Hartman dalam bukunya “Net-Ready” (Hartman, 2000) secara lebih terperinci lagi mendefinisikan E-Commerce sebagai “suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-C)”. ), tentu saja harus Mempelajari transformasi dari pola-pola penjualan retail secara fisik. Permasalahan inti dalam perdagangan retail mempunyai 4 elemen :
1. Mendapatkan product yang tepat
2. Harga yang tepat
3. Waktu yang tepat
4. Tempat yang tepat

  • RITEL WARALABA

Menurut John Naisbit dalam bukunya yang berjudul Megatrends, mengatakan bahwa waralaba adalah konsep marketing yang paling sukses dalam sejarah umat manusia. Menurutnya, di USA, setiap 8 menit, lahir satu oulet waralaba. Konsep waralaba ini kemudian merambah sampai ke Indonesia, dimana 10 tahun terakhir ini banyak bermunculan pebisnis yang menawarkan konsep waralaba kepada masyarakat (calon investor). Konsep baru ini menjadi topik hangat dikalangan dunia usaha dan media bisnis. Akibatnya, semakin banyak orang yang tertarik untuk menanamkan uangnya dengan membeli waralaba atau sekedar lisensi bisnis atau paling tidak mengetahui lebih detail bagaimana sistem waralaba itu sebenarnya, hal ini dapat dilihat dari ‘laris manisnya‘ buku-buku yang mengupas masalah waralaba atau franchise dan tingginya minat pengunjung di acara pameran franchise.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum membeli waralaba:
1.      Apakah Waralaba memang pas untuk anda
2.      Waralaba sering dilihat sebagai bisnis yang lebih kecil risikonya.
3.      Apakah waralaba merupakan pilihan menarik bagi anda.
4.      Waralaba bukan garansi sukses.
     Beberapa pertimbangan dalam memilih / membeli franchise atau waralaba antara lain:
1.      Apakah merek-nya sudah terkenal dan memiliki image positif di pasar.
2.      Siapa di belakang layar.
3.      Tempat.
4.      Lakukan riset secara umum tentang waralaba yang di incar.
5.      Pilihlah waralaba yang sesuai dengan hasrat dan minat anda.
6.      Pilihlah waralaba yang sesuai dengan modal anda.
7.      Mungkin anda perlu meminta nasihat dari professional.


Kesempatan Pasar
1.    Pasar Potensial Ritel adalah sebuah industri ritel melihat potensi pasarnya, atau bisa juga hal ini dijadikan cara mencari lokasi untuk industri ritel dan faktor-faktor apa saja yg menjadi tolak ukur dari pemain ritel.
Ada delapan faktor utama yg perlu dilihat dan dipelajari dengan baik :
  •  Population Characteristic : Populasi karakter ini adalah hal yang terpenting, yang harus dilihat sebagai langkah potensi pasar pertama. Contoh industri jasa ataupun industri sosial faktor daerah, rumah sakit, sekolah dll. Populasi karakter harus melihat dengan detail, baik dimulai dari segi manusianya, umurnya, latar belakang edukasi mereka, pekerjaan, ras, suku dan juga perkembangan pasar industri yang ada.
  •  Buyer Behavior Characteristics : Hal lain yang sangat menjadikan sebuah potensi pasar dalam menganalisa pasar yang ada adalah langkah kita melihat dan mengenal kelakuan (behavior) karakter dari pembeli pasar tersebut
  • Household Income : Kekuatan rata-rata pendapatan keluarga di daerah tersebut juga menjadikan apakah daerah tersebut pasar yg berpotensi untuk industri Ritel kita, karena jika pendapatan keluarga di daerah tersebut tidak terdistribusi dengan baik, maka pasarnya tidak stabil, dan juga peta potensi pasar kita tidak imbang.
  •  Household Age Profile : Umur dan kategori dari keluarga yang berdomisili disekitar potensi pasar yang akan kita bidik juga menjadi pengaruh yang besar.
  • Household Composition : Komposisi keluarga ini sangat berpengaruh dengan potensi pasar.
  • Community Life Cycle : Pasar potensi yang sedang kontinyu bertumbuh karena ini yang sedang pesat-pesatnya dan secara tidak langsung memberikan kesempatanpotensi pasar yang baik dan bergairah untuk masa investasi mereka.
  • Population Density : Populasi kepadatan ini bisa dikonotasikan dengan jumlah orang per meter persegi dari potensi pasar yang ada karena ini menjadikan patron dari kekuatan pembeli yang ada.
  • Mobility : Jika potensi pasar yang ada dipenuhi dengan gaya pembeli atau orang yang mobilitasnya tinggi, maka sudah jelas mereka adalah pasar potensi yang bergerak jadi,bukan acuan untuk selalu datang ke lokasi Ritel yang ada di dekat mereka, karena mereka adalah pembeli yang bergerak

Manajemen Perdagangan Ritel

Sumber daya & Produk Line

Lini produk adalah serangkaian produk dan jasa yang berhubungan yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan. Lini produk cenderung berkembang sepanjang waktu, saat perusahaan menyadari kebutuhan konsumen yang lain. Sumber dan produk line sebagai pedoman umum bisa dikatakan, bahwa perusahaan besar sebaiknya mempunyai product line yang relatif lengkap. Sedang perusahaan sedang dan kecil, sebaiknya mempunyai suatu limited product line. Alasannya, seperti sudah diketahui, adalah sumber daya yang terbatas untuk perusahaan kecil. Dengan suatu limited product line, maka akan lebih terjadi konsentrasi/fokus sehingga peluang berhasil juga akan lebih tinggi. Titik optimal itu terdiri dari berapa produk? Jawaban yang pasti dan eksakta tentu tidak ada, karena semua perusahaan punya karakteristik industri yang berbeda beda. Namun titik optimal itu terdiri dari 3-5 produk, atau belasan, atau mungkin bahkan puluhan, dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu :
• Sumber daya keuangan perusahaan. Seberapa jauh kita bisa membiayai laju pertumbuhan
perusahaan kita sendiri.
• Tentu keadaan persaingan. Makin ketat persaingan, product line-nya harus makin terbatas.
• Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih differentiated (unik), atau
lebih baik.

   Strategi Promosi Perdagangan Ritel

Yang dimaksud dengan strategi pemasaran retail atau eceran sendiri adalah segala kegiatan jual-beli yang bertujuan menyalurkan barang kepada konsumen akhir, guna memenuhi kebutuhan pribadi para konsumen.sebagian besar pelaku usaha memilih untuk menggunakan strategi pemasaran ini, sebab peluang pasar yang paling potensial datang dari konsumen akhir, yang rata-rata membeli suatu produk untuk keperluan mereka sehari-hari. Peranan promosi berguna untuk:
Ø  Memperkenalkan produk atau jasa serta mutunya kepada masyarakat.
Ø  Memberitahukan kegunaan dari barang atau jasa tersebut kepada masyarakat serta cara penggunaanya.
Ø  Memperkenalkan barang atau jasa baru.