Thursday, August 21, 2014

Promosi Penjualan Retail





 http://cdn.bisnisukm.com/2010/12/marketing.jpg


Suatu produk tidak akan dibeli bahkan dikenal apabila konsumen tidak mengetahui kegunaannya, keunggulannya, dimana produk dapat diperoJeh dan berapa harganya. Untuk itulah konsumen yang menjadi sasaran produk atau jasa perusahaan perlu diberikan informasi yang jelas. Maka peranan promosi berguna untuk:

  • Memperkenalkan produk atau jasa serta mutunya kepada masyarakat. 
  • Memberitahukan kegunaan dari barang atau jasa tersebut kepada masyarakat serta cara penggunaanya. 
  • Memperkenalkan barang atau jasa baru.  Oleh karenanya adalah menjadi keharusan bagi perusahaan untuk melaksanakan promosi dengan strategi yang tepat agar dapat memenuhi sasaran yang efektif. Promosi yang dilakukan harus sesuai dengan keadaan perusahaan. Dimana harus diperhitungkan jumlah dana yang tersedia dengan besarnya manfaat yang diperoleh kegiatan promosi yang dijalankun perusahaan.  
  •  

    KREDIT RETAIL 
    PT Bank Mandiri Tbk akan meningkatkan porsi kredit ritel pada tahun ini guna meningkatkan margin bunga bersih yang sempat turun pada tahun lalu. “Kami sebetulnya sedang perlahan-lahan mengubah komposisi portofolio selama ini lebih condong ke korporasi menjadi lebih banyak retail. Kita paham kredit ritel retail suku bunganya lebih tinggi dibanding dengan korporasi,” ujar Zulkifli Zaini Direktur Utama Bank Mandiri, Kamis malam 8 Maret 2012. Strategi tersebut diharapkan dapat mendongkrak margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perseroan yang sempat turun pada tahun lalu menjadi 5,11% dari tahun sebelumnya 5,28%. Penurunan NIM tersebut merupakan konsekuensi atas penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK yang terjadi pada tahun lalu. “Walaupun SBDK turun tapi komposisi kredit mengubah evolusi corporate jadi retail. Maka pendapatan bunga bersih kami akan naik,” jelasnya. Selain itu, penurunan NIM juga disebabkan penurunan bunga obligasi rekapitalisasi akibat pengubahan acuan bunga dari Sertifikat Bank Indonesia bertenor 3 bulan menjadi Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan. “Pada awal tahun yield obligasi masih 6,3% dan turun menjadi 4,4%--4,5% pada akhir tahun. Ini sebabkan karena reference rate dari recap bond kami diubah,” ujar Pahala N. Mansyuri, Direktur Keuangan Bank Mandiri. Pahala mengakui obligasi rekap tersebut tidak terlalu menguntungkan sehingga perseroan berencana untuk melepas. Namun hal tersebut masih menjadi pembahasan bersama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan karena sebagian obligasi rekap tersebut tidak berstatus dapat diperdagangkan. Kita masih membicarakan dan belum final. Kami masih eksplorasi bagaimana recap bonds dijual entah buyback atau ditukar dengan aset lainnya,” jelasnya. Selain mengandalkan pendapatan bunga, lanjut Zulkifli, perseroan juga akan meningkatkan pendapatan berbasis komisi, peningkatan rasio intermediasi (loan to deposit ratio) dan menekan biaya dana guna mendongkrak laba bersih 2012.  Kredit ritel Bank Mandiri tercatat Rp81 triliun pada akhir 2011 dan memiliki porsi sebesar 29,6% dari total portofolio pinjaman. Adapun total kredit perseroan di luar anak usaha mencapai Rp273,9 triliun, meningkat naik 25,06% dari tahun sebelumnya sebesar Rp219 triliun.


Manajemen Perdagangan Retail


http://indocashregister.com/wp-content/uploads/2008/03/001moderen.jpg



Retail adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bisnis ini disebut pula sebagai pengecer. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian barang ataupun produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik secara langsung ataupun melalui grosir, untuk kemudian dijual kembali dalam jumlah kecil.



Pemberdayaan Perdagangan Ritel
Pemerintah melalui PD pasar dianggap menjadi salah satu penyebab menurunnya daya saing pasar tradisional dihadapan ritel moderen. Pemerintah diharapkan dapat mengatur ekspansi minimarket serta toko retail moderen lainnya, tetapi pengaturan tersebut harus dibarengi dengan peningkatan daya saing pasar tradisional. “Pasar tradisional itu 95% milik Pemda [Pemerintah Daerah], sekarang kita jadi korban antara peritel modern dan pemerintah. Pasar tradisional sangat terlambat dilakukan revitalisasi sementara retail moderen tumbuh pesat,” ujar Ngadiran, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPI) saat dihubungi Bisnis hari ini. Dia menjelaskan selama ini pedagang pasar selalu membayarkan uang kebersihan, keamanan serta perawatan, tetapi pedagang tidak menikmati pasar yang bersih, aman maupun terawat sehingga dapat mengundang konsumen. Selain itu Pemerintah juga dianggap kurang tegas dalam menata minimarket maupun toko moderen lainnya.
Ngadiran mengaku tidak anti dengan toko moderen, tetapi penataan lokasi toko moderen sangat diperlukan agar tidak saling mengganggu dengan pasar tradisional maupun warung pemukiman. Pembekuan minimarket tentu akan berdampak bagi jumlah pengangguaran, oleh sebab itu pemerintah harus arif memilah kedua kepentingan, termasuk kepentingan warung pemukiman dan pasar tradisional agar dapat bersaing secara adil dengan pasar modern. “Harusnya [ritel modern] ditata dengan baik, tempatnya di mana. Pasar tradisional dan warung juga harus ada penyuluhan, pemberian kredit dan modal. Jangan sampai hanya ditarik retribusi tapi tidak diurus,” tegas Ngadiran.
Dia berharap pemerintah dapat membangun sarana fisik pasar yang lebih layak, sekaligus juga mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di apsar tradisional agar dapat mengelola pasar dengan baik seperti layaknya ritel moderen. Dia juga meminta transparansi dari Pemerintah mengenai uang distribusi dan pembangunan pasar, selama ini asosiasi tidak pernah diikutsertakan, bahkan tidak mengetahui pasar mana yang direvitalisasi dan diberikan dana.
Menurutnya, dengan keadaan seperti ini pendapatan pasar tradisional turun hingga lebih dari 30% dalam tiga tahun terakhir. “Warung di pemukiman biasanya belanja di pasar tradisional, karena omzet warung menurun, itu berdampak langsung bagi pasar tradisional,” katanya. Hal itu berbanding terbalik dengan tingginya angka kunjungan ke minimarket di daerah pedesaan di Pulau Jawa yang menunjukan peningkatan 38% untuk pembelian barang konsumsi di luar rokok dan produk segar (seperti sayur mayur, buah dan daging) sejak 2007 hingga 2010.
Hasil riset The Nielsen Company itu juga menunjukan peningkatan pengeluaran tiap rumah tangga yang mencapai 87% dibandingkan 2007 yang hanya berada pada kisaran Rp250.000 untuk pembelian barang konsumsi di luar rokok dan produk segar (seperti sayur mayur, buah dan daging). Namun demikian warung masih menjadi pilihan bagi 81% penduduk di wilayah pedesaan di Pulau Jawa. Sementara di wilayah perkotaan 52% rumah tangga lebih memilih retail modern untuk berbelanja produk konsumsi di luar rokok dan produk segar (seperti sayur mayur, buah dan daging).
“Pasar di Indonesia ini sangat luas, seharusnya setiap lini retail tidak saling mematikan, melainkan memperluas penetrasi pasar,” ujar Soon Lee Lim, Director of Consumer Panel Service Nielsen mengenai pola belanja konsumen di ritel modern dan tradisional.

Keunggulan Perdagangan Retail
Perdagangan retail merupakan jenis usaha yang paling banyak dijalankan orang. Selain mudah dijalankan, bisnis retail juga serung dijadikan sebagai bisnis sampingan untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Begitu juga dengan modal yang diperlukan, juga bisa disesuaikan dengan skala bisnis retail yang akan dijalankan. Bila modalnya terbatas, kita dapat membuka bisnis retail dengan jumlah barang terbatas serta konsumen yang terbatas pula. Namun ketika berkembang, usaha ini pun terbuka peluangnya untuk berkembang menjadi usaha retail dengan skala menengah.
Retail modern di Indonesia memang memberikan beberapa manfaat, namun keberadaannya juga menuai banyak persoalan. Pertama, keberadaan retail modern terbukti mematikan warung-warung tradisional terutama terkait dengan trend pergeseran kebiasaan konsumen di atas. Data dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menunjukkan jumlah pedagang pasar tradisional di wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan dari 96.000 orang menjadi 76.000 pedagang. APPSI juga menyebutkan bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional tutup setiap tahunnya.
Selain itu, retail modern juga tidak berkontribusi pada perkembangan, bahkan justru mematikan pemasok-pemasok kecil lokal, terutama UKM. Awalnya, pemerintah berharap UKM dapat memperoleh peran sebagai pemasok dalam ritel modern. Jumlah UKM yang menjadi pemasok ritel modern memang mencapai 67% dari total keseluruhan jumlah pemasok, namun produk yang disuplai oleh UKM hanyalah 10% dari total barang yang dijual di suatu ritel modern. Hal ini terjadi karena syarat perdagangan yang ditawarkan oleh ritel modern terlalu berat untuk dipenuhi UKM. Salah satu persyaratan yang sangat memberatkan UKM adalah listing fee.

Kebijakan Harga Dalam Perdagangan Ritel
Kedua kebijakan harga (pricing). Perlu adanya aturan-aturan hukum tentang kebijakan penentuan harga yang fair disertai sanksi hukum yang jelas atas pelanggarannya. Kebijakan harga ini akan mencegah peritel modern menjual produk dengan harga jauh lebih murah dari pasar tradisional dan bahkan di bawah biaya produksi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Eceran
http://agi3l.wordpress.com/2011/03/24/105/ 
 

Saturday, April 5, 2014

Sejarah Manajemen Retail

Trend konsumen masa depan adalah Pay Less, Expect More, Get More. Konsumen masa depan adalah konsumen yang memiliki ekpektasi yang lebih tinggi, meminta lebih banyak, menginginkan kualitas yang lebih tinggi dan konsisten, lebih banyak pilihan, toko yang lebih nyaman dan pelayanan yang lebih bernilai, namun dengan membayar lebih murah, waktu lebih cepat, dengan usaha dan resiko lebih rendah. Dapat diperkirakan, kompetisi selanjutnya, tidak hanya pada harga, namun menyangkut variable lain yang berkaitan dengan value atas pengalaman berbelanja pelanggan.

Beberapa trend yang sudah dan akan terjadi di Indonesia dan memberikan dampak bagi industri retail diantaranya :


Gelombang masuknya retailer asing :
- Evolusi ke Format Retail Baru
- Meningkatnya keluarga dengan double income (suami-istri bekerja).
- Pertumbuhan kota-kota satelit disekeliling kota besar.
- Mobilitas yang semakin tinggi dan waktu luang yang semakin sedikit.
- Pembantu rumah tangga menjadi semakin mahal.
- Perkembangan pemakaian PC rumah tangga dan internet yang semakin tinggi.
- Perkembangan teknologi dan pemakaian Handphone-PDA.

Evolusi perkembangan format retail di Indonesia dapat di bagi atas beberapa tahapan:

1. Sebelum 1960-an : Era perkembangan retail tradisional berupa retailer atau pedagang pedagang independen.

2. Tahun 1960-an : Era perkenalan retail modern dengan format Department Store (Mass Merchandiser), ditandai dengan dibukanya gerai retail pertama SARINAH di Jl. MH Thamrin.

3. Tahun 1970-1980-an: Era perkembangan retail modern dengan format Supermarket dan Department Store, ditandai dengan berkembangnya retailer modern (Mass Merchandiser dan Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly, Pasar Raya dan Ramayana. Pada masa ini juga berkembang format Drug Store, yang lebih dikenal dengan nama apotik.

4. Tahun 1990-an : Era perkembangan Convenience Store (C-Store), High Class Departmet Store, Branded Boutique (High Fashion) dan Cash and Carry. Perkembangan C-store ditandai dengan maraknya pertumbuhan Indomaret dan AMPM. Perkembangan High Class department Store dan High Fashion Outlet, ditandai dengan masuknya SOGO, Metro, Seibu,Yaohan, Mark & Spencer dan berbagai outlet high fashion lainnya. Pekembangan format Cash and Carry ditandai dengan berdirinya Makro, diikuti oleh retailer lokal dengan format serupa misalnya GORO, Indogrosir dan Alfa.

5. Tahun 2000 - 2010 : Era perkembangan Hypermarket, Factory Outlet, Category Killer dan perkenalan dengan e-retailing. Era Hypermarket ditandai dengan berdirinya Continent Hypermarket dan Paserba Carrefour di tahun 1998. Pada tahun 2002 akan dibuka Hypermarket GIANT, dan beberapa gerai hypermarket lainnya. Adanya kebutuhan akan barang bagus/bermerek dengan harga miring akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan mendorong perkembangan Category Killer dan Factory Oulet. Di beberapa tahun ke depan, akan bermunculan category killer di berbagai kategori produk seperti Family Apparel, Consumer Electronic, Auto Aftermarket, Home/Bed/Bath, Home Improvement, Pet Supply, Craft/Hobby, Computer, Sporting Goods, melengkapi category killer yang telah berkembang saat ini seperti Department Store, Book Stores, Electronic, Office Supply dan Toy Stores. Berbagai factory outlet kini mulai menjamur di kota Bandung dan Jakarta, misalnya Millenia dan Metro Factory Outlet. Multipolar Group dengan LIPPOSHOP-nya berjasa dalam memperkenalkan e-retailing di Indonesia, contoh retailer yang berbasis internet misalnya sanur, click and drag dan gramedia on-line.

6. Tahun 2010-2020 : Era perkembangan Hard Discounter Store dan Catalog Services. Persaingan harga yang semakin sengit akan mengarahkan retailer mencari alternatif format retail yang lebih effisien. Sehingga pada masa ini akan menjamur format Hard Discounter menggantikan format Hypermarket. Format hardiscounter menawarkan produk sejenis dengan harga 15-30% lebih murah dibandingkan format retail lainnya. Pada masa ini private label akan semakin populer. Selain itu untuk barang-barang tahan lama misalnya pakaian, appliances dan elektonik, akan berkembang melalui format Catalog Services. Format ini memungkinkan retailer untuk menjual dengan harga lebih murah karena tidak mengeluarkan biaya investasi dan operasional toko secara fisik. Semakin memasyarakatnya kepemilikan PC dan akses internet akan mendorong pertumbuhan format catalog melalui e-retailing.

7. Setelah tahun 2020 : Era perkembangan e-retailing dan Toko Spesialisasi. Tingkat kepemilikan PC dan akses internet akan semakin merata di Indonesia, sehingga mendorong ke arah perkembangan e-retailing yang sesungguhnya. Pemesanan dan pembayaran produk dilakukan melalui internet, bahkan pada masa tersebut kita dapat menggunakan handphone-PDA atau handheld terminal yang disediakan retailer untuk melakukan pembelian produk saat berkunjung ke supermarket. Cukup scan barang yang akan kita beli dengan Handphone-PDA atau handheld, selanjutnya kita boleh langsung membayar dengan credit card secara on-line lewat peralatan tersebut atau dengan cash di cashier. Kecenderungan berikutnya yang mungkin terjadi adalah toko spesialisasi akan menjamur, sehingga untuk membeli rokok misalnya, orang lebih senang pergi ke toko khusus yang menjual berbagai jenis rokok (Ciggarette Outlet), dengan harga yang tentu saja lebih bersaing.


PERATURAN-PERATURAN RETAIL DAN HUBUNGANNYA DENGAN UU NO. 5 TAHUN 1999

Dalam kajian ini yang menjadi pokok kajian adalah untuk mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku di bidang usaha retail apakah bertentangan atau tidak dengan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan yang berlaku untuk wilayah Jabotabek dalam bidang retail adalah pada tiga produk hukum yaitu (1) Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 145/MPP/Kep/5/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pusat Pertokoan; (2) Perda DKI No.2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta Di Propinsi DKI Jakarta, dan (3) Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 44 tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perpasaran Swasta Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Keputusan bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Dan Menteri Dalam Negeri tsb di atas pada intinya memberikan syarat-syarat bagi pasar modern untuk tidak merugikan pengusaha kecil yang melakukan usaha retail tradisional.

Pasal 10 Perda DKI No. 2 tahun 2002 mengatur luas dan jarak tempat penyelenggaraan Usaha sbb: (a) usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100 m2 s.d 200 m2 harus berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan Lingkungan/Kolektor/Arteri; (b) usaha perpasaran swasta di atas 200 m2 s.d 1000 m2 harus berjarak radius 1,0 km dari pasar lingkungan dan terletak disis jalan Kolektor/Arteri, 1000 m2 s.d 2000 m2 berjarak radius 1,5 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan Kolektor/Arteri, dan (c) usaha perpasaran yang luas lantainya di atas 2000 m2 s.d 4000 m2 harus berjarak radius 2 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan Kolektor/Arteri.

Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 44 tahun 2003 pada pokoknya mengatur perlindungan bagi warung dan toko atau usaha kecil dari usaha perpasaran swasta skala besar.

Dari ketiga ketentuan yang mengatur kegiatan usaha retail tersebut di atas, maka yang significant mengendalikan persaingan antara usaha retail tradisional dengan usaha retail modern di Jabotabek adalah Perda adalah No 2 tahun 2002.

Dengan berlakunya Perda No 2 tahun 2002 membawa konsekuensi sbb. Pertama, dalam area 2 km hanya ada satu pasar, yaitu pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Jaya yang di dalamnya terdapat beberapa pelaku usaha retail tradisional. Dengan demikian Perda ini menciptakan hambatan untuk masuk ke ‘pasar’ bagi usaha retail modern skala besar. Substansi dari Perda DKI tersebut jika dilihat dari aspek praktis maka dapat menciptakan pasar tradisional tsb potensial melakukan ‘penguasaan pemasaran barang’ yang dapat melahirkan praktek monopoli, karena pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Jaya menjadi pelaku usaha tunggal yang menguasai lebih dari 75%. Kedua, dalam usaha Mini Market, Pasar Swalayan harga jual barang-barang sejenis yang dijual tidak boleh jauh lebih rendah dengan yang ada di warung dan toko sekitarnya. Ketiga, ketentuan ini jika dihubungkan dengan tujuan pembentukan UU No.5 tahun 1999 bertentangan Pasal 3 huruf b bahwa tujuan UU No 5 thn 1999 adalah untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menegah dan pelaku usaha kecil.